ACEH BARAT – Penyidik Kejati Aceh menetapkan DA, Kadis Perkebunan Aceh Barat sebagai tersangka korupsi bantuan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Anggaran untuk program itu disebut mencapai Rp 29 miliar.
“Yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka pada 6 September,” kata Plt Kasi Penkum Kejati Aceh Ali Rasab Lubis dalam keterangannya, Kamis (14/9/2023).
Ali menjelaskan, pada tahun 2020, Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusaree Aceh Barat mengusulkan proposal untuk mendapatkan bantuan dana PSR.
Mereka mengajukan dana sekitar Rp 29,2 miliar ke Badan Pengelola Dana Peremajaan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Pengusulan itu disebut diterima. Padahal, kata Ali, lokasi tersebut masih berupa tegakan pepohonan kayu keras semak dan lahan kosong yang tidak pernah ditanami sawit.
Selain itu, terdapat lahan perkebunan sawit yang berada di areal HGU perusahaan swasta dan sebagian lahan masuk dalam kawasan hutan.
“Akibat pengelolaan dana PSR yang tidak sesuai persyaratan peremajaan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya potensi kerugian keuangan negara (loss of money country),” jelasnya.
Setelah mencium adanya aroma korupsi, penyidik Kejati Aceh turun tangan melakukan penyelidikan dan penyidikan. Penyidik juga telah memeriksa sejumlah saksi, ahli serta menyita dokumen terkait bantuan tersebut.
Dari hasil itu ditemukan bukti permulaan dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut. Penyimpangan pelaksanaan bantuan untuk koperasi tersebut tahap 8, 9, 10 diduga melibatkan kepala dinas.
Bantuan itu diduga tidak sesuai dengan Permentan No. 15 Tahun 2020 tanggal 20 Mei 2020 tentang Perubahan Kedua atas Permentan No. 7 tahun 2019, Kepdirjenbun No. 208/Kpts/KB.120/7/2019 tanggal 29 Juli 2019 tentang Pedoman Teknis Peremajaan Kelapa Sawit Pekebun Dalam Kerangka Pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Kepdirjenbun No. 202/Kpts/KB.120/6/2020 tanggal 5 Juni 2020.
“Yang bersangkutan kita jerat dengan Pasal yang disangkakan Primair: Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 19 dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sementara Subsidiair: Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelasnya. []
Sumber: detikcom