JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk segera menghentikan perang saudara di Sudan.
“MUI menghimbau OKI dan PBB agar secepatnya bisa menghentikan perang saudara ini agar Sudan kembali bersatu dan rakyatnya bisa kembali hidup dengan aman, tentram, damai, sejahtera dan bahagia. Semoga,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas dalam keterangannya, Senin (24/4).
Anwar menilai, perang antara kubu panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan wakilnya yang kini menjadi saingannya, Mohamed Hamdan Daglo, yang mengomandani Rapid Support Forces (RSF) bakal berlangsung lama dan berlarut-larut seperti perang saudara di Suriah.
Hal itu, kata dia, karena pemimpin kedua kubu saat ini tengah berusaha untuk merebut kepemimpinan di Sudan.
Menurut Anwar, usaha untuk bisa mencarikan titik temu guna mempersatukan mereka tidak mudah. Sebab, masing-masing pihak berkesimpulan apabila kalah, maka tak mustahil mereka akan dihabisi oleh pihak yang menang.
“Sehingga kasus perang saudara ini rasa-rasanya akan berlarut-larut,” kata Anwar.
Ia juga menyoroti kedua belah pihak militer yang sama-sama punya puluhan ribu pejuang, pendukung asing, kekayaan mineral, dan sumber daya lain.
Anwar mengatakan hal ini dapat digunakan untuk menghancurkan lawannya, sehingga sudah dapat diperkirakan Sudan bakal hancur dan rakyatnya sangat menderita akibat ambisi dari pemimpin kedua kubu.
Sebelumnya, pasukan paramiliter RSF menyerbu sejumlah situs strategis dan pemerintah di Ibu Kota Khartoum, hingga menduduki Istana Kepresidenan dan bandara internasional pada 15 April lalu. Penyerbuan RSF ini pun memicu pertempuran dengan militer Sudan.
Angkatan bersenjata negara Afrika Utara itu sampai tidak segan meluncurkan serangan udara ke sejumlah basis RSF di ibu kota yang dekat dengan permukiman warga.
Sampai saat ini, perang saudara itu telah menewaskan setidaknya lebih dari 400 orang termasuk sembilan anak-anak. Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, Jepang, hingga Korea Selatan telah mulai mengevakuasi warganya dari Khartoum.
RSF telah mengungkap alasannya hingga memicu perang saudara di Sudan.
“Revolusi baru masih terus mencapai tujuan mulianya, terutama pembentukan pemerintahan sipil yang akan membawa kita menuju transisi demokrasi yang nyata,” ujar RSF dalam pernyataannya, dilansir Middle East Online pada Minggu (23/4).
Perebutan kekuasaan ini telah terjadi sejak sebelum pemberontakan pada 2019, yang menggulingkan pemimpin diktator Omar Al Bashir. (*)
Sumber: CNN Indonesia