RILIS.NET, BANDA ACEH – Direktur Pusat Analisis Kajian dan Advokasi Rakyat (PAKAR) Aceh, Muhammad Khaidir mendesak pihak Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh untuk mengungkap aktor utama (Aktor Intelektual) di balik kasus penyelundupan rokok ilegal di Kabupaten Aceh Tamiang pada Senin, 4 September 2023 lalu.
“Walau penelitian kasus ini dihentikan melalui prinsip ultimun remidium, pihaknya mendesak Kanwil Bea Cukai Aceh untuk menangkap aktor utama penyelundupan rokok ilegal di Aceh Tamiang beberapa waktu lalu yang diduga melibatkan oknum Bea Cukai yang bekerja di luar Aceh,” ujar Muhammad Khaidir kepada Wartawan, Selasa (10/10/2023).
Muhammad Khaidir menjelaskan, kasus penangkapan rokok ilegal ini tidak boleh berhenti dengan hanya mengamankan barang bukti sebanyak 27 karton rokok tanpa dilengkapi pita cukai dan penyetoran uang denda tiga kali lipat ke kas negara sebanyak Rp 575 juta lebih tapi pihak Kanwil Bea Cukai Aceh harus menelusuri dari mana pelaku RF mendapatkan uang sebanyak Rp 575 juta tersebut untuk membayar denda tiga kali lipat.
“Pihaknya mendapat informasi bahwa mobil yang mengangkut rokok ilegal tersebut berplat BM atau plat mobil untuk daerah Pekan Baru Provinsi Riau dan dua orang pelaku yang diamankan saat penangkapan rokok ilegal di Aceh Tamiang yakni RF dan AS berprofesi sebagai sopir dan pengangguran. Pertanyaan bagaimana RF yang berprofesi sebagai pengangguran atau mantan sopir taksi mendapatkan uang sebanyak Rp 575 juta hanya dalam beberapa hari saja. Ini agak mustahil seorang pengangguran dengan mudah mendapatkan uang sebanyak setengah milyar lebih untuk membayar ganti rugi sebanyak tiga kali lipat,” ujar Khaidir.
Khaidir meminta pihak Kanwil Bea Cukai Aceh untuk menelusuri dari mana RF memperoleh uang sebanyak Rp 575 juta dan mengungkap sindikat jaringan RF dan asal sumber uang untuk membayar denda tersebut. “Pihaknya menyakini dua pelaku yang diamankan yakni RF dan AS tidak berdiri sendiri dan pihak Bea Cukai Aceh harus menelusuri siapa yang memerintahkan RF dan AS melakukan penyelundupan rokok ilegal ke Aceh,” ujar Khaidir.
Khaidir juga meminta Itjen Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk menerjunkan tim ke Kanwil Bea Cukai Aceh untuk mengawal kasus ini yang diduga melibatkan oknum bea cukai yang bekerja di luar Aceh.
“Kasus ini telah menjadi atensi publik. Oleh sebab itu, harus dibuka terang benderang ke publik dan jangan sampai ditutup-tutupi. Ada atau tidaknya oknum bea cukai yang terlibat dalam kasus penyelundupan rokok ilegal ini harus disampaikan ke publik,” ujar Khaidir.
Diberitakan sebelumnya, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh menghentikan proses penelitian kasus penangkapan rokok ilegal di Kabupaten Aceh Tamiang beberapa waktu lalu dengan barang bukti sebanyak 27 karton dengan nilai mencapai Rp191,7 juta dengan menerapkan prinsip ultimun remidium.
Kepala Seksi Penindakan I Kantor Wilayah DJBC Aceh, Eko Novrizal yang dikonfirmasi Wartawan beberapa waktu lalu di kantor DJBC Provinsi Aceh mengatakan penindakan kasus penangkapan rokok ilegal di Aceh Tamiang dengan barang bukti 27 karton rokok ilegal dan dua orang pelaku yakni RF dan AS diselesaikan telah menerapkan prinsip ultimum remidium. Dengan prinsip ini, pelanggar cukai akan dikenakan denda sebesar tiga kali nilai cukai yang harus dibayar dan barang yang diduga sebagai pelanggaran akan menjadi milik negara.
Dari hasil penelitian terhadap dua orang yang diamankan yakni RF dan AS diketahui barang yang dibawa itu adalah rokok ilegal yang tidak dilengkapi pita cukai dan itu melanggar UU Nomor 39 tahun 2007 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 1995 tentang cukai.
“Setelah dilakukan penelitian, dua orang itu bersalah dan berdasarkan Pasal 13 ayat (3) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237 Tahun 2022 bahwa penyelesaian pelanggaran cukai itu bisa diselesaikan dengan membayar denda cukai sebanyak tiga kali lipat. Pelaku mengajukan permohonan penghentian penyeledikan dan bersedia membayar denda sebanyak tiga kali lipat dari nilai Rp 191,7 Juta yaitu sebesar Rp 575.100.000 dan sudah disetor ke kas negara ,” ungkap Eko Novrizal yang didampingi staf humas BC Kanwil Aceh, Femi dan Ulil.
Eko menjelaskan, setelah dilakukan penyetoran terhadap dua pelaku di lepas dan mobil di bawa kembali ke Pekan Baru. Sedangkan untuk barang rokok ilegal ditetapkan sebagai barang dikuasai negara dan saat ini rokok ilegal itu belum dimusnahkan. “Saat ini rokok ilegal itu dikumpulkan dulu nanti pada saatnya akan di musnahkan pada program kerja pemusnahan oleh DJBC Aceh,” jelasnya.
Eko menambahkan penyetoran itu dilakukan 1×24 jam dari hasil pemeriksaan dan penyetoran itu dilakukan beberapa kali dan terakhir dilakukan penyetoran pada tanggal 12 September 2023 ke kas negara. “Sesuai PMK Nomor 237 tahun 2022 penyetoran dilakukan 1×24 jam dari hasil pemeriksaan. Penyetoran dilakukan ke rekening penampungan kantor BC Pusat terus di billing dari kantor BC Banda Aceh ke kas negara,” ujarnya. (*)