JAKARTA – Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Pomdam Jaya) Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar mengatakan dua anggota TNI yang terilbat penganiayaan maut bersama anggota Paspampres Praka RM terhadap seorang pemuda dari Bireuen, Aceh Imam Masykur (25) adalah Prajurit Kepala (Praka) HS dan Praka J.
Praka HS merupakan anggota dari Direktorat Topografi TNI AD dan Praka J dari Kodam Iskandar Muda.
“HS dari Topografi. J dari Kodam IM yang sedang BP (Bawah Perintah) di Jakarta,” kata Irsyad saat dihubungi, Senin (28/8) malam.
Selain dua orang itu, salah seorang pelaku lainnya adalah anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) berinisial Praka RM. Ketiganya kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Sementara yang kami amankan tiga orang. TNI semua, yang dari Paspampres satu orang,” kata Irsyad.
Irsyad mengatakan tindakan tiga anggota TNI menculik dan menganiaya Imam hingga tewas, didasari motif pemerasan. Korban disebut merupakan pedagang obat ilegal. “Motifnya pemerasan, uang, uang,” katanya.
Sebelumnya, Fauziah, ibu korban, mengaku mendapat telpon dari pelaku untuk meminta uang tebusan Rp50 juta.
“Dia (Imam) nelepon dan bilang ‘mak kirim uang saya sudah dirampok, kirim Rp50 juta, saya sudah tidak kuat lagi disiksa’. Tapi saat itu saya bilang akan saya usahakan cari,” kata Fauziah kepada wartawan, Senin.
Fauziah menyebut pelaku juga mengirimkan video penyiksaan Imam ke keluarganya. Menurutnya, para pelaku mengancam akan membunuh korban jika tidak ada uang tebusan.
“Video dia (Imam) disiksa itu dikirim ke kami. Saat itu saya coba telepon, tapi yang angkat pelaku. Saya bilang saya usahakan cari tapi anak saya jangan disiksa. Kami orang tidak berada, jangan kan Rp50 juta, Rp1.000 saja di dompet saya tidak punya,” ujarnya.
Keluarga desak hukuman berat
Sementara itu di Aceh, Ibu korban penganiaya Imam Masykur (25) yang dilakukan komplotan oknum prajurit TNI hingga tewas, Fauziah meminta agar pihak terkait menghukum pelaku dengan berat.
Menurut Fauziah apa yang dilakukan oknum Paspampres tersebut cukup keji hingga meninggalkan luka yang mendalam bagi keluarga korban.
“Kami minta hukum ditegakkan, seberat-beratnya harus dihukum (pelaku) agar kejadian ini tidak terulang seperti yang dialami anak saya,” ujar Fauziah kepada wartawan di Aceh, Senin.
Sejauh ini, dalam kasus tersebut, Fauziah tidak pernah mendengar bahwa anaknya memiliki utang-piutang, apalagi dengan aparat. Sehingga ia juga mempertanyakan letak kesalahan Imam Masykur.
“Salah anak saya di mana? kok sampai tega mereka menganiaya,” katanya.
Sebelum ditemukan meninggal dunia, Imam Masykur sempat menghubungi ibunya untuk meminta uang Rp 50 juta karena mendapat penyiksaan dari anggota Paspampres
“Dia (Imam) nelepon dan bilang ‘mak kirim uang saya sudah dirampok, kirim Rp50 juta, saya sudah tidak kuat lagi disiksa’. Tapi saat itu saya bilang akan saya usahakan cari,” kata Fauziah.
Namun, kata Fauziah, pihak keluarga sudah tidak bisa menghubungi nomor kontak korban selepas telepon permintaan uang tebusan itu. Begitupun rekan-rekan korban kesulitan untuk melacak Imam.
Kasus itu juga sempat dilaporkan rekan korban ke Polda Metro Jaya pada 14 Agustus 2023. Namun, pihak keluarga mengetahui Imam telah meninggal dunia pada 24 Agustus.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memerintahkan anggota yang terlibat dugaan penganiayaan terhadap seorang warga Bireuen, Aceh dihukum mati.
“Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat, maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup,” kata Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono saat dihubungi, Senin (28/8).
Sumber: CNN Indonesia