RILIS.NET, BANDA ACEH – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin meminta Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, serta Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk mematuhi perintah Presiden, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Aceh.
Permintaan tersebut disampaikan oleh YARA karena jabatan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif, sebagai Ketua, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Wakil Ketua, serta Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo sebagai anggota Komisi Pengawas pada SKK Migas.
Ini berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,” sebut Safaruddin dalam pernyataannya yang diterima RILIS.NET, Jumat (28/4/2023).
Tambahnya, dimana dalam pasal 92 PP 23 tahun 2015 disebutkan, pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku:
a. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak diselesaikannya pembentukan BPMA menyerahkan kepada BPMA semua dokumen yang berkaitan dengan Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf b dan kontrak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 huruf c;
b. Kepala BPMA dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyelesaikan masalah administratif yang berkaitan dengan kontrak sebagaimana dimaksud huruf a paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibentuknya BPMA; dan
c. Seluruh aset negara yang berlokasi di Aceh yang dikelola oleh Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan digunakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama beralih pengelolaannya kepada BPMA setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.
“Pasal 92 PP 23 tahun 2015 telah menegaskan bahwa Kontrak Kerja Sama Bagi Hasil yang ada dalam kewenangan Aceh di alihkan dari SKK Migas ke BPMA paling lambat 6 bulan, dan aset yang dikelola oleh SKK Migas juga dilaihkan ke BPMA, namun dalam imolementasinya ini belum dipatuhi oleh SKK Migas karena kontraknya dengan Pertamina masih belum dialihkan ke BPMA”, terang Safar.
Oleh karana itu, YARA meminta Komisi Pengawas SKK Migas yang terdiri dari Menteri ESDM. Menteri Keuangan, Menteri LHK, Kepala BKPM dan Kapolri, sesuai dengan kewenangannya yang antara lain untuk melakukan pengendalian, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan operasional SKK Migas dalam penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, memberikan persetujuan terhadap usulan kebijakan strategis dan rencana kerja SKK Migas dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, untuk melakukan langkah-langkah penerapan PP 23 tahu 2015 oleh SKK Migas dengan mengalihkan kontrak Pertamina dari SKK Migas ke BPMA.
“Kami meminta kepada Komisi Pengawas SKK Migas agar mengambil langkah kepada SKK Migas untuk menerapkan PP 23 tahun 2015, yaitu dengan mengalihkan kontrak Migas Pertamina di Aceh dari SKK Migas ke BPMA, sebagai negara hukumm kita harus mentaati hukum yang masih berlaku agar tidak menjadi contoh tidak baik bagi rakyat, dimana rakyat dipaksa tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku, tapi justru organ pemerintah melawan peraturan perundangan yang berlaku”, tutup Safaruddin.
Surat tersebut turut dikirimkan YARA kepada setiap Komisi Pengawas SKK Migas pada tanggal 12 April, dengan tembusan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua Komisi III DPR RI, Ketua Komisi VII DPR RI, Ketua Komisi VI DPR RI, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menko Polhukam, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretariat Negara, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).