B.J. Habibie meninggal dunia di usia 83, setelah terbaring di RSPAD sejak 1 September 2019. (BARBARA WALTON / POOL / AFP) |
rilisNET, Jakarta – Indonesia — Bacharuddin Jusuf Habibie meninggal dunia setelah dua pekan belakangan dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta. Habibie meninggal pada Rabu (11/9) pukul 18.05 WIB.
Sejak terbaring pada 1 September 2019, sejumlah tokoh tak henti membesuk Presiden ke-3 Indonesia tersebut hari ke hari.
Semua yang hadir ingin tahu–juga setengah khawatir–dengan kondisi kesehatan Habibie. Tentu tak lupa, setelahnya mendoakan yang terbaik bagi Habibie. Termasuk juga masyarakat yang tak bisa membesuk dan cuma bisa bertukar informasi atau saling lempar komentar melalui media sosial.
Bukan kali pertama ia diboyong ke rumah sakit, sebelumnya Maret 2018 Habibie sempat dirawat di klinik Starnberg di Munich, Jerman, karena kebocoran klep jantung. Kali ini hampir sama soal jantung. Kata Thareq Kamal–anak bungsu Habibie–kerja jantung sang ayah tak lagi mampu mengimbangi setelah didera kelewat banyak aktivitas. Usia Habibie sudah sepuh.
Tokoh berjuluk bapak teknologi itu pun menghembuskan napas terakhir pada pukul 18.05 WIB di RSPAD Gatot Subroto. Dia meninggalkan kita semua di usia 83.
“Usia 80 tahun, hati 17 tahun. Hardware-nya 80 tahun tetapi software-nya selalu up to date,” kata Habibie berseloroh kepada Najwa Shihab tiga tahun lalu, saat ditanya soal apakah ia merasa tua. Ketika itu Habibie ulang tahun ke-80, program Mata Najwa membikin acara khusus.
Betul sudah perkara software yang disebut Habibie. Gagasan dia akan selalu tinggal, sekalipun Habibie telah berpulang.
Ide Habibie terbukti visioner, hal ini pernah disinggung oleh Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Hammam Riza seusai membesuk pada Selasa (10/9).
“Ia ingin melakukan lompatan dalam mengembangkan teknologi industri untuk Indonesia. Dan sebagian cita-cita itu sudah terwujud dengan begitu banyaknya industri strategis, seperti PT Pindad dan DI [Dirgantara Indonesia]–meski banyak tantangan,” kata Hammam.
Pada 1990 itu ia menulis dalam Sophisticated technologies: taking root in developing countries-International journal of technology management. Pemikiran Habibie pada 29 tahun silam tersebut sudah menyinggung soal keharusan berpijak pada riset dan teknologi.
Habibie dan teknologi, adalah sepasang lain–selain Habibie dan Ainun. Ketertarikan dia pada teknologi diseriusi pada 1954 dengan memilih belajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung ITB). Setahun berikutnya hingga 1965 ia melanjutkan studi teknik penerbangan spesialisasi konstruksi pesawat terbang di RWTH Aachen, Jerman Barat.
Patung Presiden ketiga RI B.J. Habibie memegang pesawat di Kabupaten Gorontalo. (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin) |
Saat itu Habibie remaja nekat terbang ke Jerman. Pemuda kelahiran Pare Pare itu masih usia 18, berangkat dengan biaya sendiri, kemudian harus menanggung hidup sulit pada setahun pertamanya karena kiriman duit yang seret.
Tapi, sikap yang selalu ingin tahu dan kecintaan terhadap teknologi membuat tekadnya bulat. Hingga akhirnya Habibie menerima gelar diploma ingenieur pada 1960 dan doktor ingenoeur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Ia sempat bekerja di sebuah perusahaan penerbangan Messerschmitt-Bolkow-Blohm sebelum kembali ke Indonesia pada 1973. Ia dijemput Dirut Pertamnina era Orde Baru, Ibnu Sutowo atas permintaan Soeharto.
B.J. Habibie lantas ditunjuk menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi pada 1978 hingga Maret 1998. Terobosan pertamanya dimulai dengan implementasi “Visi Indonesia” yang mendambakan lompatan-lompatan dari negara agraris menjadi negara industri penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ia menggagas sejumlah industri strategis seperti PT IPTN, Pindad dan PT PAL.
Bukan saja soal teknologi, Habibie juga dikenal sebagai pemecah problem ekonomi pada masa krisis moneter. Puncak karir Habibie tercatat pada 1998 saat diangkat sebagai Presiden ke-3 Republik Indonesia setelah Soeharto berhenti sebagai pemimpin negara.
Ia mewarisi kondisi negara yang kacau balau; marak kerusuhan dan disintegrasi serta krisis ekonomi. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapat dukungan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan komunitas negara donor demi program pemulihan ekonomi. Dia juga disebut membebaskan tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat serta berorganisasi.
Dari rahim pemerintahan era Habibie, lahir sejumlah undang-undang yang mendukung iklim demokratik yaitu UU tentang Partai Politik, UU tentang Pemilu dan UU tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR. Pada masa dia pula Undang-undang Pers, Undang-undang anti-monopoli, Undang-undang Otonomi Daerah dan Undang-undang Perlindungan Konsumen disahkan.
Kebijakan lain, Habibie adalah orang yang juga mencabut larangan berdirinya serikat buruh independen.
Setelah pelbagai raihan gemilang, Habibie sempat dicemooh sebagian orang lantaran membolehkan referendum Timor Timur. Akibatnya, berdasarkan hasil penentuan jajak pendapat, warga Timor Timur memilih melepaskan diri dari Indonesia.
Lantas purna menjabat presiden, Habibie masih dimintai pendapat untuk pelbagai permasalahan negara. Pada era Susilo Bambang Yudhoyono, ia bahkan aktif menjadi penasihat presiden guna mengawal proses demokrasi.
Thareq Kemal mengungkapkan tamu di rumah sang ayah tak pernah sepi. Selalu ada yang meminta pendapat pada Habibie. Entah itu soal politik, kondisi bangsa dan negara, ekonomi, lebih-lebih mengenai pemutakhiran teknologi.
Gagasan Habibie yang melampaui zamannya itu membekas di benak mantan Menko Kemaritiman Indroyono Susilo. Saat Habibie menjabat Menristek, Indroyono menjadi deputinya.
Ia mengungkapkan ide seniornya yang muncul pada 1990an silam itu kemudian jadi teknologi yang diterapkan masa kini.
“Satelit pendeteksi kebakaran hutan sekarang itu dari beliau. Kalau sekarang kebakaran ada yang namanya hujan buatan, itu beliau yang merintis. Kalau kelautan waktu 1990an kapal-kapal Baruna Jaya itu beliau juga,” kata Indroyono kepada CNNIndonesia.comditemui di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9).
Baruna Jaya adalah jenis kapal yang digunakan untuk mencari korban saat kecelakaan di Danau Toba.
“Itu semua beliau yang rintis 1980-1990an. Lalu pesawat Gatot Koco N250 itu diluncurkan 10 Agustus 1995, itu pesawat yang paling canggih pada kelasnya waktu itu,” kata Indroyono.
Bukan saja sungguh-sungguh mengulik teknologi dan menyelesaikan persoalan negara, Habibie dikenal sebagai sosok yang hangat di tengah keluarga. Di antara saudaranya, Habibie juga jadi kakak yang bertanggung jawab kepada adik-adiknya.
Salah satu adik perempuan Sri Rahayu Fatima dalam tayangan Mata Najwa mengungkapkan Habibie adalah kakak yang paling memperhatikan adik-adiknya. Ia ingat, semasa sekolah dasar Habibie rela mengantar dua adiknya ke sekolah; satu dibonceng di stang sepeda sementara seorang lainnya di belakang. Karena hilang keseimbangan, saat itu sepeda tercebur ke got. Kenangan itu membekas di ingatan Sri, mengharukan tetapi sekaligus lucu.
Kini Habibie sudah telah berpulang. Indonesia kehilangan satu sosok untuk dirujuk dan didengar nasihatnya. Meski begitu, gagasan dan semangat keingintahuan Habibie akan terus hidup.
Sumber: CNN Indonesia