JAKARTA – Fenomena El Nino disinyalir akan tiba di Indonesia pada Agustus mendatang. Dikatakan oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan, bahwa El Nino dapat berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan hingga kekeringan yang cukup luas di beberapa daerah.
Fenomena El Nino akan menyebabkan kekeringan ekstrim di wilayah Amerika tengah, Afrika bagian Selatan, hingga Asia Timur termasuk Indonesia.
Organisasi pangan dan pertanian dunia atau FAO pun meminta agar negara-negara dapat mengantisipasi risiko yang akan muncul.
Melihat fenomena tersebut, Pengamat Lingkungan Universitas Airlangga (Unair), Wahid Dianbudiyanto ST MSc, menuturkan bahwa El Nino merupakan fenomena saat air laut di samudera pasifik lebih panas dari pada suhu biasanya.
Tambahnya, El Nino merupakan bagian dari fenomena yang lebih besar yaitu El-Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan bagian lainnya adalah La Nina.
“Jika hal itu merupakan peristiwa memanasnya suhu air di luar batas kewajaran di kawasan Samudera Pasifik, maka La Nina merupakan peristiwa pendinginan air di luar batas kewajaran di area tersebut,” jelasnya dalam situs Unair dikutip Rabu (3/5/2023).
Apa Penyebab El Nino?
Penyebab terjadinya El Nino dan La Nina adalah karena terjadinya Southern Oscillation, yaitu perubahan tekanan udara pada laut tropis Samudera Pasifik. Saat air laut di sisi tropis samudera pasifik memanas, maka tekanan atmosfer di atasnya menurun.
“Saat inilah terjadi perubahan pola tiupan angin yang dapat menyebabkan perubahan pola iklim, yang cenderung menghasilkan iklim yang cukup ekstrim,” ujar Dosen Teknik Lingkungan Unair tersebut.
Perubahan pola tersebutlah yang akhirnya meningkatkan potensi dampak El Nino dan La Nina di Indonesia. Permukaan air yang lebih hangat dapat meningkatkan kemungkinan hujan lebih tinggi.
“Hal ini berdampak pada meningkatnya intensitas hujan di Amerika Selatan seperti Peru dan Ekuador. Dilain sisi, Indonesia dan Australia mendapatkankan kekeringan dari peristiwa tersebut,” tambahnya.
Bahaya El Nino di Indonesia
Berdasarkan catatan, Indonesia sempat mengalami salah satu El Nino terparah pada 2015. Melansir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara terjadi defisit air hingga 20 miliar meter kubik. Lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan.
Menurut Wahid, kala itu Indonesia belum siap menghadapi El Nino. Ia mengingatkan pemerintah untuk meminimalisir dampak yang akan timbul, antara lain melaksanakan adaptasi dengan berkolaborasi, melakukan edukasi dan kampanye, dan teknologi modifikasi hujan.
“Bisa kampanye untuk menyimpan sebanyak-banyaknya air pada reservoir-reservoir yang ada. Delapan tahun lalu, Indonesia kurang siap sehingga dampaknya cukup berat,” tuturnya. (rn/rd)
Sumber: detik