RILIS.NET, BANDA ACEH – Dirreskrimsus Polda Aceh menangkap KDI (48), yang merupakan salah seorang ASN di kantor kecamatan jajaran Pemerintah Kabupaten Aceh Timur karena diduga terlibat dalam kasus perdagangan satwa liar berupa harimau Sumatera.
Selain KDI polisi juga turut mengamankan terduga pelaku lainnya, yakni MHB (24), anak kandung pelaku yang ditangkap di Desa Tualang, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Winardy mengatakan, pengungkapan tersebut berawal dari penyelidikan yang dilakukan Tim Unit 2 Subdit IV Tipidter terkait dugaan tindak pidana KSDAE dengan cara menyimpan, memiliki dan memperniagakan satwa yang dilindungi berupa kulit, tulang belulang, dan tengkorak harimau Sumatera.
Kemudian, penyidik juga mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa para pelaku akan melakukan transaksi atau memperniagakan satwa yang dilindungi berupa kulit, tubuh atau bagian-bagian dari harimau Sumatera yang dalam keadaan mati, sehingga petugas melakukan penangkapan.
Winardy mengungkapkan, peran dan modus tindak pidana tersebut, di mana KDI sebagai pemilik dan MHB sebagai supir yang ikut membantu membawa barang bukti tersebut, semua barang bukti tersebut ditemukan dalam mobil. Mereka dalam modusnya menunggu penawar dengan harga tertinggi dari jaringan yang ada, sebutnya.
“Modusnya, pelaku ini menunggu penawar dengan harga yang lebih tinggi melalui jaringan. Barangnya ditampung di Medan, dan itu masih kami profiling. Ini akan kita kejar dari hilir ke hulu, mulai penyedia sampai pemesannya,” ungkap Winardy.
Adapun barang bukti yang disita dari pengungkapan tersebut berupa satu lembar kulit harimau sumatera utuh (panthera tigris sumatrae), tulang belulang dan tengkorak, dan satu unit mobil Toyota Avanza warna hitam tanpa STNK.
Kedua pelaku akan disangkakan pasal 21 ayat (2) huruf b dan d Jo pasal 40 ayat (2) Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo pasal 55 ayat (1) ke-I KUHPidana, dengan ancaman penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Sementara itu Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko mengatakan, pengungkapan kasus tindak pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) yang dilakukan dengan cara menyimpan, memiliki dan memperniagakan satwa yang dilindungi merupakan wujud komitmen Polda Aceh dalam menjaga ekosistem alam.
“Pengungkapan kasus perdagangan satwa yang dilindungi berupa harimau sumatera ini mencerminkan komitmen Polda Aceh dalam menjaga ekosistem alam,” kata Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko, dalam keterangannya di Polda Aceh, Senin, 22 Januari 2024.
Alumni Akabri 1991 itu mengatakan, penangkapan atau penegakan hukum ini bukan merupakan tujuan utama. “Namun, ini sebagai pengingat bahwa Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menjadi perhatian serius kita semua,” tambahnya.
Ia juga mengatakan, bahwa penyidik masih bekerja untuk mengungkap jaringan yang terlibat dalam kasus tersebut, agar semua terang benderang baik pemburu, penjual, maupun penampung satwa tersebut.
Achmad Kartiko juga berterima kasih kepada masyarakat yang telah ikut berperan dalam memberikan informasi untuk memudahkan polisi dalam mengungkap dan menangkap pelaku penjual satwa dilindungi. (rn/red)
Editor: Redha




