RILIS.NET, BANDA ACEH – Mantan Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) periode 2022-2024 Suhendri dijatuhi hukuman 9 tahun penjara. Ia divonis tetap bersalah dalam Putusan banding yang dibacakan oleh Majelis Hakim Banda Aceh tanggal 26 Mei 2025.
Menurut Majelis Hakim, Suhendri tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 9 tahun penjara, denda Rp400 juta, serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp10,3 miliar.
Putusan ini dibacakan majelis hakim banding Irwan Efendi (ketua), M Joni Kemri dan Taqwaddin masing-masing sebagai anggota. Dalam amar putusannya, majelis menyatakan bahwa Suhendri dan Zulfikar secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah, melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana didakwakan secara primair oleh Jaksa Penuntut Umum.
Dalam kasus yang sama, dua terdakwa lainnya yaitu Zulfikar (Koordinator dan Penghubung Suhendri) serta Zamzami juga dinyatakan bersalah dan masing- masing di jatuhi hukuman 8 tahun penjara.
Sama seperti Suhendri, keduanya di kenakan pidana tambahan serta di wajibkan membayar uang pengganti. Zulfikar Rp1,49 miliar subsidair 1,6 tahun penjara. Sedangkan Zamzami dikenakan uang pengganti Rp3,4 miliar, subsidair 1,6 tahun penjara.
Dua terdakwa lain, Muhammad dan Mahdi juga terbukti bersalah. Keduanya di jatuhi hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta dengan subsidair 3 bulan kurungan.
Diketahui sebelumnya, vonis banding lebih berat dari putusan awal yang dibacakan majelis hakim pada tanggal 20 Maret 2025 lalu. Suhendri dan Zulfikar divonis 9 tahun penjara, denda Rp200 juta, dengan uang pengganti masing-masing Rp 1 miliar (Suhendri) dan Rp1,6 miliar (Zulfikar).
Terdakwa lainnya, Zamzami juga telah divonis 8 tahun penjara, denda Rp200 juta, uang pengganti Rp1,7 miliar. Muhammad sebelumnya divonis 5 tahun penjara, denda Rp100 juta, dan Mahdi telah divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp100 juta.
Kasus ini berawal dari dugaan penyalahgunaan anggaran BRA tahun 2023 senilai Rp15,7 miliar yang diperuntukkan bagi program bantuan budi daya ikan dan pakan ikan runcah kepada masyarakat korban konflik di Aceh Timur.
Namun, dalam fakta persidangan terungkap bahwa kelompok masyarakat yang disebut menerima bantuan tidak pernah mengajukan atau memperoleh bantuan tersebut secara nyata.
Pada persidangan saat itu, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan para terdakwa telah mengkhianati semangat pembentukan BRA yang bertujuan reintegrasi bagi masyarakat korban konflik Aceh. (*)