Ilustrasi Dana Desa (Foto: Net) |
rilisNET, Aceh Timur – Pengelolaan Dana Desa (DD) di Kabupaten Aceh Timur dinilai masih terjadi carut marut dengan berbagai masalah serta belum berjalan optimal sebagaimana di harapkan.
Padahal Dana Desa sudah berjalan sejak tahun 2015 silam. Bahkan, sejauh ini Pendamping Desa dinilai belum mampu melahirkan kader di desa sebagai desa mandiri yang mampu membuat laporan desa tanpa harus diupahkan kepada pihak ketiga. Hal itu disampaikan LSM Acheh Future kepada media ini. Sabtu (1/2/2020).
Ketua Kebijakan Publik LSM Acheh Future Masri Jafar juga menilai pengelolaan dana desa di Aceh Timur harus segera dibenahi. Masri juga mengkritik DPMG, Tim Ahli (TA) P3MD dan juga Pendamping Lokal Desa (PLD) dikawasan itu. Menurutnya dari 513 Desa yang ada di Aceh Timur belum ada satupun kader di desa yang mampu membuat dokumen RAB Desa secara mandiri.
“Kita melihat pengelolaan dana desa di Aceh Timur masih banyak persoalan yang harus di benahi, hal ini dapat dilihat dari 513 Desa di Aceh Timur belum ada satupun Kader Desa yang bisa membuat dokumen RAB Desa secara mandiri, artinya Pendamping Desa Teknik Infrastruktur(PDTI) gagal dalam membina Kader Desa,” ungkap Masri.
Disamping itu, tambah Masri, juga ada beberapa Desa terlambat dalam realisasi kegiatan program Desa yang menyebabkan terjadi Silpa, bahkan ada Desa/Gampong yang gagal penarikan Dana Desa dari tahap pertama seperti Desa Suka Damai Kecamatan Pante Bidari. Begitu juga halnya dalam menciptakan Desa Inovasi, berapa miliar pertahun yang digelontorkan dana Inovasi Desa di Aceh Timur, Desa mana saja yang berhasil berinovasi, tanya Masri.
“Saya melihat ada beberapa persoalan yang mendasar yang menyebabkan carut marutnya pengelolaan dana desa, bukan hanya persoalan kapasitas aparatur di tingkat Desa/Gampong, tapi lemahnya kinerja Dinas Pemeberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh Timur dalam menjalan fungsinya yang terkesan lelet dan tak maksimal,” sebutnya.
Masri menilai ada dugaan permainan secara sistematis sebagian Pendamping Desa khususnya PDTI, ada unsur sengaja tidak mengajarkan teknik pembuatan RAB Desa kepada Kader Desa secara maksimal , agar RAB Desa bisa tiap tahun di buat RAB oleh mereka agar mendapatkan uang jasa (upah pembuatan RAB).
“Ada juga informasi banyak pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) dan PDTI yang bolos seperti di Kecamatan Madat, Banda Alam, Idi Timur, Ranto Peureulak, Pereulak Barat dan beberapa Kecamatan lainnya, ini belum lagi terhadap kinerja PLD,” ujar Masri.
Selain itu tambah Masri, Penyebab lainnya terlambat dalam realisasi Dana Desa adalah faktor sistem atau regulasi. Informasi yang dia terima dari kabupaten lain tahapan pencairan DD tahap pertama 40 persen, tahap kedua 40 persen, sedangkan tahap terakhir 20 persen sesuai dengan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) RI.
“Sedangkan di Aceh Timur kebalikan, tahap pertama penacairan 20 persen, tahap kedua 40 dan terakhir 40 persen. Hal ini bisa menjadi sumber hambatan bagi Gampong dalam melaksanakan realisasi kegiatan, apalagi pencairan sekarang terlambat, bisa penarikan pada pertengahan tahun antara bulan Juni dan Juli,” tambahnya. Sabtu (1/2/2020).
Seharusnya sambung Masri lagi, bulan Februari atau Mei anggaran sudah bisa di cairkan, agar desa bisa melaksanakan kegiatan pekerjaan lebih awal terutama kegiatan fisik, sedangkan selama ini berburu waktu dan sering mengalami kendala akibat dampak cuaca ekstrim atau musim hujan.
Pada tahun 2020 Kabupaten Aceh Timur di pastikan terancam terlambat dalam proses pencairan DD, sebab sampai saat ini Bupati Aceh Timur belum menerbit Surat Kuasa Pemindah Bukuan Dana Desa dari Bupati Aceh kepada Kepala Kantor Pelayanan Pembendaharaan Negara (KPPM) Provinsi Aceh.
Sesuai PMK mulai tahun 2020 dana desa tidak lagi masuk ke KAS daerah/Kabupaten, tapi dana Desa ditransfer langsung dari Kementrian Keuangan ke rekening desa. Perubahan Sistem ini, bila desa tidak mandiri, dapat diprediksikan ke depan semakin amburadul dalam pengelolaan dana.
“Kita minta Konsultan Pendamping Wilayah (KPW) dan Satker P3MD Aceh harus turun ke lapangan untuk melihat dan mengevaluasi secara objektif terhadap kinerja TA, PD dan PLD, selama ini terkesan menerima laporan ABS (Asal Bapak Senang),” tutup Masri.