RILIS.NET, BANDA ACEH – Kebauan dampak produksi minyak dan gas milik PT Medco E&P Malaka sepanjang Januari 2023 dilaporkan masih terus dirasakan oleh warga yang tinggal di lingkar tambang.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh, Bau busuk menyengat itu dirasakan warga nyaris setiap hari dengan durasi bervariasi dan yang menjadi korban perempuan, anak-anak, ibu hamil hingga lansia.
Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta agar BPMA dan DLHK Aceh tidak menjadi Humas PT Medco. Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Muhammad Nasir mengatakan, Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Komunitas Perempuan Peduli Lingkungan (KoPPeduli), selama Januari 2023 sudah 32 kali kebauan yang dirasakan dalam kurun waktu 13 hari selama awal tahun ini.
“Artinya bau busuk itu dirasakan warga dalam satu hari bisa lebih dari tiga kali, baik itu pagi, sore,siang maupun malam. Makanya kita minta agar BPMA maupun DLHK Aceh jangan menjadi Humas Medco dalam menanggapi persoalan yang dialami oleh warga di lingkar tambang ini,” kata Muhammad Nasir, Rabu (1/1/2023).
Muhammad Nasir menambahkan, kali ini bau busuk terjadi di dua desa, yaitu Gampong Blang Nisam dan Alue Ie Mirah, Kecamatan Indra Makmur. Kedua desa ini termasuk desa ring satu atau kawasan terdekat dari lokasi produksi minyak dan gas milik PT Medco E&P Malaka. Kedua desa ini juga selama ini paling sering merasakan kebauan dan menjadi korban seperti muntah-munta, mual, pusing hingga ada yang pingsan.
Adapun waktu yang paling sering dirasakan oleh warga pada sore hari berjumlah 13 kali kejadian bau busuk, lalu warga juga kerap merasakan kebauan pada siang hari sebanyak 11 kali kejadian.
Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh juga menambahkan, warga juga pernah merasakan kebauan pada pagi hari, kendati intensitasnya hanya 7 kali. Namun menurut keterangan warga cukup mengganggu karena semua sedang beraktivitas, terutama anak-anak yang hendak sekolah.
“Bahkan dalam satu hari warga ada yang merasakan bau busuk itu ada yang sampai tiga kali selama Januari 2023,” sebut Muhammad Nasir.
Kata Nasir Buloh, sapaan akrabnya, total waktu warga menghirup bau busuk selama Januari 2023 sebanyak 33 jam 25 menit dalam kurun waktu 13 hari. Durasi kebauan yang dirasakan bervariasi, paling rendah dirasakan selama 3 menit dan paling lama mencapai 5 jam lebih.
Kebauan yang paling lama dirasakan warga kedua desa tersebut terjadi pada tanggal 29 Januari selama 4 jam dan 30 Januari 2023 selama 5 jam. Dampaknya warga ada yang merasakan hidung perih, mendadak sesak nafas hingga kepala pusing.
“Semua data itu dikumpulkan warga, kami sebut memakai laboratorium Angtumitu (Anggota Tubuh Manusia Milik Tuhan), jadi mereka pergunakan berdasarkan fakta lapangan menggunakan panca indra,” kata Nasir Buloh.
Oleh sebab itu, Nasir Buloh meminta Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh jangan seperti Humas PT Medco E&P Malaka dalam menyikapi pencemaran udara yang dirasakan oleh warga yang tinggal di lingkar tambang Minyak dan Gas (Migas) di Kabupaten Aceh Timur.
Faktanya, kebauan masih terus terjadi dan hingga sekarang belum ada penanganan yang maksimal. BPMA dan DLHK Aceh yang memiliki kewenangan untuk melakukan evaluasi dan monitoring masih saja berlindung di balik Permen LHK No 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 tahun 1996.
Hal ini seperti pernyataan yang pernah disampaikan oleh BPMA beberapa waktu lalu, bahwa mereka klaim pencemaran udara yang terjadi di lingkaran tambang milik PT Medco E&P Malaka di Kabupaten Aceh Timur masih di ambang batas.
Klaim ini disebutkan oleh BPMA setelah institusi pengelolaan minyak dan gas Aceh menurunkan tim dan juga berkoordinasi dengan Dinas kehutanan Lingkungan Hidup (DLHK) Aceh untuk melakukan pengecekan.
Melalui rilis yang dikeluarkan BPMA disebutkan PT Medco E&P Malaka, Kadis DLHK Aceh, A Hanan menyampaikan, bau dampak dari aktivitas penambangan masih di ambang batas ketentuan. Hal tersebut berdasarkan hasil pengukuran di lapangan yang dilakukan oleh tim DLHK Aceh pada 27 desember 2022.
Hal itu kembali ditegaskan lagi oleh Kepala Divisi Formalitas Security KKKS dan Hubungan Eksternal BPMA, Adi Yusfan menyebutkan, saat ini PT Medco E&P Malaka sedang melakukan perawatan fasilitas produksi, sehingga dalam kondisi normal, tidak terdeteksi bau.
Dia juga menyebutkan pada saat perawatan, bau busuk mungkin saja sesekali terdeteksi oleh indera penciuman namun semuanya masih di ambang batas normal.
“Itulah pernyataan dari BPMA, mereka masih saja berlindung di bawah Permen dan Kepmen, sementara bau busuk terus dirasakan oleh warga yang berdampak serius terhadap kesehatan dan aktivitas perekonomian warga,” jelas Nasir Buloh.
Kata Nasir Buloh, pemerintah Aceh, BPMA dan DLHK harus memiliki sensitivitas terhadap dampak terhadap kesehatan warga. Terlebih warga memiliki hak untuk hidup sehat berdasar pasal 65 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
“Bila hak hidup sehat warga terus diabaikan oleh pemerintah, tidak menutup kemungkinan warga dapat menggunakan hak gugat masyarakat sesuai pasal 91 UU PPLH,” tutup Nasir Buloh. (rn/red)
Editor: Mahyuddin