Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak lama lagi bakal digelar. Aceh akan punya Gubernur/Wakil Gubernur baru, begitu juga dengan 23 kabupaten dan kota lain yang ada di Bumi Serambi Mekah akan punya Bupati/Wakil Bupati baru.
Tak ayal, hal ini membuat suhu politik Aceh terus menghangat selama beberapa pekan terakhir. Sejumlah gerakan politik mulai menggeliat, diplomasi para elit antara daerah dan Jakarta pun terus meningkat.
Kandidat yang akan berkompetisi di Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur mulai mengarah ke dua sosok. Nama pertama yang sudah dipastikan akan maju adalah Ketua Umum Partai Aceh (PA), H Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem.
Diketahui, Pilkada kali merupakan panggung ketiga bagi Mualem. Di 2012 lalu, Mualem yang berpasangan dengan Zaini Abdullah berhasil menang. Namun, pasangan petinggi eks Gerilyawan Aceh Merdeka (GAM) ini ‘pisah jalan’ dan sama-sama kalah di Pilkada 2017. Mualem kembali mencoba peruntungannya kali ini di Pilkada 2024.
Sementara satu nama lainnya yang disebut-sebut akan maju adalah Pj Gubernur Aceh saat ini, Bustami Hamzah. Meskipun belum mendeklarasikan diri maju, namun gerakan-gerakan politik Bustami telah terlihat dari beberapa pemberitaan media massa dan juga baliho-baliho yang terpasang.
Pembicaraan yang mengemuka di kalangan para aktivis dan tokoh-tokoh politik bahkan sudah mengarah ke nama mantan Sekretaris Daerah Provinsi Aceh ini. Apakah nama Bustami sudah mendapat ‘restu pusat’ untuk maju di Pilkada Aceh? Benar atau tidaknya hal itu akan terlihat nanti, apakah partai-partai dari koalisi pemenang Pilpres kemarin akan merapat ke Bustami atau tidak.
Posisi Muzakir Manaf yang pada awalnya menjadi kandidat terkuat, menjadi sedikit mulai tergoyahkan. Bukan tanpa alasan, belum adanya dukungan resmi dari Partai Gerindra yang dipimpin oleh Prabowo Subianto, pemenang Pilpres kemarin, menjadikan posisi Mualem sedikit lebih sulit untuk dapat memenangkan Pilkada Aceh dengan mudah.
Belajar dari pengalaman beberapa Pilkada sebelumnya, unggul secara popularitas, elektabilitas dan mesin partai saja tidak cukup menjadi jaminan untuk dapat memenangkan Pilkada Aceh. Ada banyak tantangan lain yang harus dihadapi, seperti aspek dinamika politik di Aceh dan Jakarta, peran para elit yang berkuasa di nasional, serta koalisi yang akan sangat mempengaruhi hasil akhir Pilkada.
Hal ini harus menjadi perhatian penuh bagi Mualem. Salah mengambil keputusan atau terlambat membangun diplomasi, maka akan sangat berdampak besar bagi proses kemenangan Mualem. Apalagi jika Pilkada kali ini menjadi pertarungan terakhirnya.
Mualem harus dapat memastikan dukungan dari para pemenang Pilpres kemarin. Jika pintu itu tertutup, maka harus ada upaya-upaya untuk mendobrak hal itu. Tentu, jika Mualem ingin menang dengan mudah. Mendobrak pintu tersebut tidak lain adalah dengan membangun diplomasi politik yang elegan, diplomasi tidak akan terbangun jika tidak ada garansi diberikan sebagai modal kepercayaan.
Strategi yang bisa dimainkan adalah dengan membangun koalisi antara kekuatan daerah dan pusat. Muzakir Manaf bisa memberikan opsional bagi kekuatan di pusat untuk menempatkan sosok yang bisa menjadi penghubung sebagai calon wakil gubernurnya, sehingga sosok cawagub yang berpasangan dengan Mualem bisa menjadi jalan tengah bagi partai koalisi di pusat untuk memberikan dukungannya terhadap pasangan ini.
Tentunya, sosok cawagub tersebut adalah sosok netral yang dapat diterima di kalangan koalisi pusat. Dari beberapa nama yang muncul yang bisa menjadi alternatif bagi Mualem seperti Wakil Menteri Informasi dan Komunikasi (Wamenkominfo) Nezar Patria, Komisaris Utama Pertamina Training & Consulting, Amir Faisal dan Sekjen Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya.
Ketiganya merupakan putra sekaligus tokoh Aceh yang telah lama berkarir di tingkat nasional dan diketahui dekat dengan koalisi pemenang Pilpres kemarin. Ketiganya juga dinilai mampu untuk melakukan konsolidasi politik di tingkat nasional, sesuatu yang dinilai kurang dikuasai Aceh selama ini.
Namun, apakah ketiganya bersedia untuk pulang ke Aceh dan menjadi Cawagub? Apalagi ketiganya saat ini mempunya kans besar untuk menjadi wakil menteri di kabinet Prabowo – Gibran, seperti Nezar Patria yang diisukan menjadi Wakil Menteri Sekretaris Negara, Amir Faisal menjadi Wakil Menteri BUMN dan Teuku Riefky Harsya yang akan menjadi Wakil Menteri Luar Negeri.
Proses Pilgub di Aceh dapat dipastikan akan seirama dengan Pilpres kemarin. Bukan hanya bergantung pada calon presiden, tapi calon wakil presiden juga memainkan peran yang amat penting dalam meraih kemenangan.
Analisa dan kebutuhan politik di tataran elit dan arus bawah harus benar-benar diperhatikan untuk menentukan calon wakil gubernur, karena politik dalam berdemokrasi tidak dapat dimenangkan dengan hanya mengandalkan sekelompok pihak. Kolaborasi adalah kuncinya, kemenangan Jokowi dan Prabowo di Pilpres kemarin telah menjawab hal itu. []
Penulis: Jusuf Zulkifli (Pemerhati Politik Aceh)