Anggota DPRD KKT dari Partai Demokrat Deni Darling Refualu (Foto: Ist) |
RILIS.NET, Saumlaki – Kondisi kesehatan tiga pasien positif virus corona atau Covid-19 yang sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.PP Magrety, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, terus menunjukkan perkembangan baik. Terutama untuk pasien JY (70), yang masuk dengan cormmobit DM.
Satgas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKt) dr.Edwin Tomasoa, mengatakan, untuk kondisi pasien JY, menunjukan kemajuan perbaikan kesehatan yang sangat baik. Dimana gejala covid-19 yang menurut hasil Swab oleh Balai Laboratorium Kesehatan di Ambon, bersangkutan positif makin berkurang. “Sekarang petugas kesehatan fokus kepada pengobatan cormmobit JY,” ujarnya.
Sementara dua pasien lain yakni RL (31) dan pasien WSM (35) juga dalam kondisi tidak menunjukan gejala Corona. Dan keduanya tidak menunjukan penyakit penyerta yang lain, meskipun hasil swabnya positif. Untuk kedua pasien ini, juga dirawat mandiri serta diisolasi di rumah sakit.
Sementara menyangkut hasil tracking terhadap keluarga para pasien. Menurut pengakuan Dokter Tomasoa, hasil tracking belum keluar. Pasalnya saat ini petugas masih melakukan tracking dibeberapa titik. Memang ada tantangan cukup berat bagi petugas kesehatan yang melakukan tracking di beberapa titik, seperti di Desa Sifnana, dimana petugas dikejar dengan menggunakan alat tajam jenis parang.
“Untuk kondisi kaya gini, kami memilih untuk menghindar dari amukan masa. Sehingga petugas diarahkan untuk melakukan tracking ke titik lainnya yakni kawasan perumahan BTN di Saumlaki dan Desa Latdalam,” tandasnya.
Dilain sisi, pihak keluarga JY, yang juga sebagai Anggota DPRD KKT dari Partai Demokrat Deni Darling Refwalu, mengungkapkan kekecewaan terhadap aksi tracking yang dilakukan oleh pihak satgas di Desa Latdam, Kecamatan Tanimbar Selatan. Pasalnya, petugas kesehatan yang datang melakukan tracking di desa tersebut telah membuat panik warga desa.
Namun sayangnya yang disesalkan pihaknya adalah cara petugas kesehatan yang sepihak. Dimana tidak melakukan koordinasi dengan pemerintah desa setempat guna menyiapkan warga desa untuk ditracking serta penyemprotan di desa demi mencegah penyebaran virus mematikan ini.
“Petugas langsung datang dengan mobil ambulance lalu mulai penyemprotan dari depan desa hingga seluruh rumah warga. Kami memaklumi tugas yang dilakukan petugas. Tetapi paling tidak harus ada koordinasi dengan pemdes untuk siapkan mental warga bahwa akan ada penyemprotan. Kami juga sangat menghormati tugas dari para tenaga kesehatan ini,” ujarnya.
Selain itu, menurut Refwalu, orang tuanya yakni JY juga selama sakit, tidak pernah berada atau tinggal di Desa Latdalam. Semua prosesnya dilakukan di ibu kota kabupaten. Dengan demikian, jika harus melakukan tracking hingga ke desa asal dari JY, itu baginya terlalu berlebihan.
“Kemarin kita pihak keluarga juga bahkan minta petugas untuk kita yang fasilitasi petugas kesehatan dari provinsi untuk melakukan Swab ulang. Jujur saja, secara psikologis kami pihak keluarga sangat tergangu,” pungkas Refwalu. (Adam Manutilaa)