RILIS.NET, ACEH TIMUR – Terkait dengan dugaan Keracunan bau gas yang diduga berasal dari aktivitas PT Medco E&P Malaka pada September 2023 lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) perwakilan Aceh, sambangi warga Aceh Timur, Selasa (10/9/2024).
Rombongan dari Komnas HAM ini terjun ke lokasi, untuk mengadakan pertemuan langsung dengan Komunikasi Perempuan Peduli Lingkungan (Koppeduli), dan warga korban terdampak lainnya, untuk mendapatkan informasi dan data tambahan terkait pengaduan yang sebelumnya telah di laporkan oleh Koppeduli bersama perwakilan warga pada tanggal 6 Oktober 2023 lalu, di Banda Aceh.
Sebelumnya, Peristiwa dugaan pencemaran udara akibat operasional PT Medco E&P Malaka berupa kebauan yang meluas, dan menyebabkan 446 jiwa warga Desa Panton Reyeuk T, Kecamatan Banda Alam, mengungsi, sementara terdapat 35 warga lainnya terpaksa dirawat intensif di RSUD dr Zubir Mahmud, Idi, pada Minggu 24 September 2023 lalu.
Tim dari lembaga HAM ini dipimpin langsung oleh Ketua Sepriady utama, Cut Ernawati sebagai Kasubbag Umum, Sri Muliani sebagai Analis Pelanggaran HAM dan Eka azmiadi, serta Mulia Robby Manurung, yang juga Analis Kebijakan.
“Mereka ingin mendapatkan informasi dan data pendukung lainnya dari masyarakat seperti, durasi kebauan, belum adanya SOP mitigasi, SOP pengelolaan keluhan, minimnya akses informasi terkait rencana kegiatan dan potensi resiko terhadap warga terutama perempuan dan lansia,” terang salah seorang warga perwakilan dari lingkar tambang, Muhammad Nuraqi kepada RILIS.NET, Selasa (10/9/2024).
Diakhir pertemuan tambahnya, warga juga menyerahkan hasil resume medis sejumlah korban yang didiagnosa alami intoksikasi gas kepada tim tersebut.
Perwakilan warga lingkar tambang Nuraqi, mendesak Pemkab Aceh Timur melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH), untuk serius melakukan pengawasan atas laporan periodik terkait pengelolaan lingkungan oleh perusahaan.
Nuraqi juga berharap peristiwa tersebut tidak terulang lagi, dengan meminta pihak perusahaan prioritaskan mencari solusi teknis dari pada mencari solusi dari aspek sosial semata. “Kita meminta pihak perusahaan prioritas mencari solusi dari aspek sosial lainnya,” pungkasnya.(rn/red)
Editor: Mahyud