RILIS.NET, ACEH TIMUR – Seekor gajah liar ditemukan terluka di pedalaman kawasan Aceh Timur. Gajah liar yang sakit itu akhirnya mendapatkan penanganan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh dan anggota Forum Konservasi Leuser (FKL).
Kapolres Aceh Timur AKBP Nova Suryandaru melalui Kapolsek Simpang Jernih Ipda Maswelliadi mengatakan, keberadaan gajah tersebut diketahui oleh warga Dusun Pante Cermin, Desa Pante Kera, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur pada Jumat, 23 Februari lalu.
“Menurut keterangan warga, awalnya kawanan gajah liar tersebut masuk ke perkebunan warga berjumlah enam ekor, terdiri dari satu ekor induk jantan, satu ekor induk betina dan empat ekor anak gajah. Induk jantan bersama empat anak gajah sudah kembali ke hutan, sedangkan induk betina masih tertinggal di kebun warga,” kata Kapolsek, Selasa, (27/2/2024).
Mengetahui ada gajah liar di perkebunan, lanjut Kapolsek, warga menginformasikan kepada Geuchik (Kepala Desa) Pante Kera dan melaporkan kepada Polsek Simpang Jernih.
“Memperoleh informasi tersebut, kami berkoordinasi dengan BKSDA Aceh dan FKL, kemudian bersama sama ke lokasi gajah tersebut berada.
Setibanya di lokasi, satwa yang dilindungi tersebut diketahui dalam keadaan luka-luka di bagian kaki, pinggul dan luka sobek telinga bagian kanan. Belum diketahui penyebabnya, namun diduga luka tersebut akibat perkelahian sesama gajah.
Selanjutnya Team medis dari BKSDA melakukan pengobatan terhadap gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) tersebut.
Selama proses pengobatan, Kapolsek menyampaikan tidak ada kendala dan keadaan aman terkendali. Hingga saat ini keberadaan dan kondisi gajah liar tetap dipantau oleh tim. Petugas dari BKSDA menyampaikan penanganan dilakukan dengan cepat karena peran masyarakat yang aktif dan berkoordinasi dengan petugas.
Pihaknya juga menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan sekitar dan melaporkan kepada petugas jika ada kejadian-kejadian yang ditimbulkan dari satwa liar.
“Jangan melakukan perburuan liar terhadap satwa yang dilindungi oleh negara, karena selain berpotensi berhadapan dengan hukum perburuan liar juga akan menggangu habitat alam.” terang Maswelliadi. (rn/red)
Editor: Mahyud