Foto: Mahyuddin Kubar (Dok. rilisNET) |
rilisNET, Aceh Timur – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Aceh Timur Mahyuddin Kubar menuturkan, Damai saat ini adalah kedamaian yang paling lama dalam sejarah peradaban di bumi Aceh. Tetapi, Aceh belum bisa juga keluar dari kubangan kemiskinan pasca perdamaian.
Setelah perang dengan Belanda ratusan tahun, bersambung perang dengan Jepang, Konflik Prang Cumbok, DI/TII sampai konflik AM/RI. Hingga berakhir konflik pada 15 Agustus 2015, saat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atas kehendak ALLAH SWT hingga mencapai kedamaian yang kita rasakan saat ini.
“Pasca perdamaian bersemai dibumi ini triliunan dana dilontarkan untuk Aceh agar daerah bekas konflik ini diharapkan bisa lebih maju dan sejahtera. Pada tahun 2019 lalu Aceh mendapatkan Rp 8, 357 triliun dari Dana Otsus. Dari 34 Provinsi Aceh juga tercatat sebagai provinsi ke 5 dengan jumlah APBD tertinggi yang mencapai Rp 17,327 triliun (APBA-P 2019). Walau pada kenyataannya sebagai provinsi yang berada dipapan atas, namun tidak mampu merubah Aceh sebagai Provinsi peringkat ke-6 termiskin di Indonesia, dimana letak ketidak beresan itu hingga Aceh belum bisa maju, rakyat menanti jawaban itu,” tegas Mahyuddin yang juga pegiat media itu.
Dia juga menambahkan, Dari data yang diperoleh, kondisi Aceh masih masih termiskin di Sumatera, apalagi jika pada 2027 nanti kalau benar-benar dana Otsus tidak diperpanjangkan lagi, maka kondisi kemiskinan bisa lebih terpuruk lagi nantinya.
“Ini tidak jauh seperti kalimat ‘Tikoh Mate Lam Umpang Breuh’ (Tikos mati didalam karung beras). Sungguh tak lazim, jika angka kemiskinan tertinggi sementara dilain sisi tercatat sebagai daerah yang memiliki banyak uang, makanya kita berharap kedepan harus ada perencanaan yang benar-benar bisa menuntaskan angka kemiakinan, terutama pemerintah harus menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat,” ulasnya.
Dikatakan Mahyuddin, yang menjadi pertanyaan mengapa Aceh bisa miskin. Bukankah Aceh memiliki banyak uang, sumber daya alam yang melimpah, masyarakatnya dan pemimpinnya juga cerdas-cerdas, dan yang lebih penting saat ini Aceh juga sudah tidak lagi berkonflik. Tapi kenapa kita tidak bisa bangkit, investasi berjalan juga tidak maksimal. Masyarakat miskin masih banyak, pengangguran juga semakin bertaburan.
Apa yang menjadi problem sehingga harus begini. Tolonglah para elit dan semua rakyat sama-sama berfikir dan menfilter apa yang mesti kita lakukan segera mungkin, agar Aceh bisa bangkit dari ketertinggalan.
“Populasi terus meningkat setiap tahun, angka pengangguran juga terus bertambah, adayang alumni SMA dan sederajat, begitu juga dengan mahasiswa, setiap tahun bertambah, sementara lapangan pekerjaan tidak ada. Makanya pemerintah kita harus bisa mengganding investor atau ciptakan lapangan kerja agar bisa menurunkan angka kemiskinan,” sebut mantan Aktivis HMI Cabang Langsa ini.
Karena, tambah dia, kalaupun mereka dilatih berwirausaha misalnya pandai menjahit, terus yang akan beli itu siapa, kan masyarakat juga, kalau masyakatar gak ada lapangan pekerjaan bagai mana mau dapat duit untuk belikan itu hasil kerajinan dan sebagainya.
“Seperti harus adanya pabrik-pabrik milik BUMD, dan menciptakan iklim investasi lainnya agar terserap tenaga kerja, pemerintah harus ciptakan lapangan kerja dulu, kalau ekonomi rakyat sudah mantap tentu daerah bisa lebih mandiri. Tapi kalau sekian besar anggaran bihabiskan hanya untuk proyek melulu yang ada selalu ribut masalah bagi-bagi proyek. Infrastruktur penting, namun yang jauh lebih penting adalah menciptakan lapangan kerja,” tutupnya.