RILIS.NET, ACEH TIMUR – Terkait Siltap Keuchik di Aceh Timur, Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR) Aceh Ingatkan Keuchik di Aceh Timur Tidak Ciptakan Kerugian Negara. Persoalan belum terpenuhinya Gaji Perangkat Desa atau Penghasilan tetap (Siltap) di Aceh Timur menurut Ketua GeMPAR Auzir Fahlevi SH merupakan persoalan serius yang harus diatensi oleh Pemkab dan DPRK Aceh Timur.
Menurut Ketua GeMPAR Aceh Auzir Fahlevi, Siltap Perangkat Desa khusus di Aceh Timur ini sebenarnya adalah PR lama Pemerintahan sebelumnya Hasballah M Thaib dan Syahrul Syamaun yang belum diakomodir sampai dengan masa jabatan mereka berakhir. Alasannya sama yaitu terkait defisit anggaran Aceh Timur, sebut Auzir Fahlevi.
“Berdasarkan informasi yang diperoleh GeMPAR, Pemkab Aceh Timur saat ini pun tidak mampu membayar upah Keuchik dan perangkat gampong lainnya secara penuh selama 12 bulan dan hanya mampu membayar pada estimasi sekira 8 atau 9 bulan saja karena faktor ketiadaan anggaran juga,” kata Auzir dalam rilisnya yang dikirim ke RILIS.NET pada Minggu (18/9), malam.
Ketua GeMPAR Aceh ini menambahkan, bila merujuk kepada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas PP Nomor 43 Tahun 2014 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dan Peraturan Bupati Aceh Timur Nomor 75 Tahun 2019 tentang Penghasilan Keuchik, Sekretaris Desa dan Perangkat Gampong lainnya, diketahui bahwa Komposisi penghasilan tetap Keuchik, Sekretaris Desa dan Perangkat Gampong lainnya telah ditetapkan gaji Keuchik sebesar Rp.2.426.640,00, Sekretaris Desa Non PNS sebesar Rp.2.224.420,00, Kepala Urusan serta Kepala Seksi sebesar Rp.2.022.200,00 dan Kepala Dusun sebesar Rp.2.022.200,00.
“Dalam pasal 100 ayat 1 Huruf B angka 1 dan 2 PP nomor 11 Tahun 2019 dinyatakan bahwa maksimal 30 persen dana desa dapat dialokasikan untuk mendanai penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya, termasuk untuk tunjangan plus operasional Tuha Peut Gampong (TPG).
Tidak hanya itu saja, dalam pasal 3 ayat 1 dan 3 Peraturan Bupati Nomor 75 Tahun 2019 yang diteken oleh Bupati Hasballah M Thaib disebutkan bahwa Keuchik, Sekretaris Desa dan Perangkat Gampong diberikan penghasilan tetap.
Selain itu tambah Auzir, Penghasilan tetap Keuchik, Sekretaris Desa dan Perangkat Gampong dianggarkan dalam APBG dan Penghasilan tetap Keuchik, Sekretaris Desa dan Perangkat Gampong dibayarkan setiap bulan oleh Pemerintah Gampong.
“Nah menurut kami, sebenarnya ada celah sumber pendapatan lain yang sah yang dapat digunakan oleh Keuchik selaku pengelola anggaran untuk menutupi kekurangan Gaji siltap perangkat desa yang tidak terbayarkan. Misalnya melalui perolehan hasil BUMG (jika ada), hasil perolehan pengurusan akte jual beli tanah masyarakat, serta perolehan sumber pendapatan lain termasuk menghapus alokasi dana lain yang tidak penting, misalnya dana kegiatan Bimtek. Anulir saja dana kegiatan Bimtek melalui perubahan APBG Perubahan bersama Tuha Peut,” saran Auzir Fahlevi.
Menurutnya, jika melihat dari penjabaran PP Nomor 11 Tahun 2011 dan Perbup Atim nomor 75 Tahun 2019 dapat disimpulkan bahwa, kepala desa atau Keuchik sebenarnya memiliki kewenangan yang cukup besar untuk mensiasati persoalan anggaran di desanya.
“Yang harus diketahui juga bahwa Keuchik dan perangkat desa lainnya secara aturan tidak hanya berhak mendapatkan gaji/siltap semata tapi mendapatkan tunjangan, insentif dan penerimaan lainnya yang sah,” tandasnya.
Karena itu Pemkab, DPRK dan Perwakilan Kepala Desa di Aceh Timur saran Auzir bisa mencari solusi terbaik, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat seperti mengancam tidak akan melaksanakan kegiatan yang bersumber dari dana desa, seperti pengeluaran BLT, kegiatan posyandu dan kegiatan lainnya termasuk juga tidak akan mengajukan pengajuan dana desa tahap ketiga.
Kami kira sangat tidak fair jika Teman-teman Apdesi sampai mengancam dan berani untuk melakukan penyanderaan realisasi dana desa akibat persoalan Siltap. Jika itu dilakukan, maka sama Kepala Desa menggiring dirinya untuk berurusan dengan hukum terkait cipta kondisi kerugian negara dan siap-siap berhadapan dengan masyarakat desa.
“Ingat, Keuchik itu sudah disumpah dan di SK-kan sesuai aturan Perundang-Undangan untuk taat dan patuh pada aturan. Jadi jika melakukan hal-hal yang bersifat inprosedural maka siap-siap berhadapan dengan hukum,” pungkasnya. (rn/rl)
Editor: Mahyuddin