RILIS
.NET, Mataram – Potensi sumber kekayaan alam (SKA) Indonesia dalam bidang energi dan pariwisata mengundang para warga negara asing dan investor asing berlomba-lomba menanamkan investasi maupun memiliki hak atas tanah untuk kepentingan kelompok dan individunya. Namun, terdapat upaya untuk menguasai tanah di Indonesia melalui penyelundupan hukum.
Demikian pernyataan Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Laksda TNI Yusup pada Rakor Isu-isu Strategis di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Selasa (23/3/2021).
“Praktek-praktek penyelundupan hukum tersebut seperti mengawini atau menikahkan warga lokal melalui perjanjian pranikah yang mengatur segala ketentuan yang disepakati kedua mempelai sehingga tanah yang dibeli menggunakan atas nama suami atau istri warga negara Indonesia tetapi pengelolaan atas segala isi di atas maupun di dalam tanah dilakukan oleh warga negara asing,” kata Yusup dalam rilis yang disiarkan humas Kemenkopolhukam, Selasa.
Selain itu, melalui perjanjian nominee yakni perjanjian yang menggunakan nama warga negara Indonesia dan pihak warga negara Indonesia menyerahkan surat kuasa kepada warga negara asing untuk bebas melakukan perbuatan hukum terhadap tanah yang dimilikinya.
Yusup mengatakan, di NTB sendiri terdapat kurang lebih 45 hotel atau resort dengan keterlibatan warga negara asing dalam kepemilikannya. WNA tersebut berasal dari Belanda, Jepang, Amerika, Inggris, Perancis, Rusia, Swedia, Australia, Selandia Baru, Italia, Argentina dan Malaysia.
“Praktik nominee ini penting untuk dilarang karena membuat peranan investasi asing dalam mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi tidak optimal. Praktik ini akan membuat Indonesia mengalami repatriasi modal yaitu dengan teralihkannya keuntungan atas investasi Indonesia ke negara asal, serta kehilangan kesempatan untuk mendapatkan transfer pengetahuan dari perusahaan asing ke perusahaan dalam negeri,” sebut Yusup.
Yusup mengatakan, praktik nominee juga berdampak pada penerimaan negara yang semakin berkurang maupun kesempatan berusaha bagi pelaku ekonomi domestik yang menjadi semakin terpinggirkan.
“Pembangunan hotel, vila dan resort yang dilakukan oleh warga lokal atau pun warga asing harus memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) agar keseimbangan ekosistem alam tetap terjaga. Selain itu, banyaknya wisatawan asing yang berkunjung ke NTB akan memberikan pengaruh terhadap budaya lokal dan ideologi Pancasila karena masuknya budaya-budaya dan ideologi barat yang dibawa oleh warga asing,” pungkas Yusup. (rn/rd)